Teori Pembenaran Negara

Pembenaran Hukum Negara merupakan sesuatu yang amat diperlukan bagi negara jika mau pemerintahannya berjalan dengan efektif, karena dengan adanya pembenaran negara maka Pemerintah negara yang bertindak sebagai lembaga penataan masyarakat yang memegang kekuasaan pilitik akan memiliki legitimasi yang sah atas kekuasaannya.Secara garis besar ada empat  teori legitimasi yang menjadi pembenaran suatu Negara,  diantaranya:
1.      Legitimasi  Teologis
2.      Legitimasi Sosiologis
3.      Legitimasi Yuridis
4.      Legitimasi Etis/ Filosofis
1.      Legitimasi Teologis
Merupakan legitimasi yang berorientasi kepada Tuhan; bernegara dianggap sebagai  sebuah manifestasi pengabdian hamba terhadap Khaliqnya. Keberadaan pemerintahan dibenarkan sebagai perpanjangan tangan dari kekuasaan Tuhan yang memerintahkan hamba-Nya agar hidup teratur dalam mengabdi pada-Nya  Indonesia sendiri mengakui keberadaan kemerdekaan negara sebagi rahmat Allah yang Maha Kuasa, bahwa Tuhan diinsyafi telah memberikan berkah dan rahmatnya bagi bangsa Indonesia adalah suatu contoh legitimasi teologis 
2.   Legitimasi Sosiologis
Legitimasi sosiologis ditandai dengan adanya suatu persetujuan sosial dimana rakyat tunduk kepada ketentuan-ketentuan negara Persetujuan sosial ini terbentuk karena adanya kekuasaan negara; biasanya terlihat dari kenyataan politik yang menunjukkan adanya kekuatan kelembagaan negara yang menguasai perikehidupannya sebagai warga neagara. Sebagai contoh ialah negara  dibenarkan mengeluarkan ’sertifikat hak milik’ atas tanah untuk diberikan kepada warganegaranya yang telah memiliki persyaratan tertentu.
3   Pembenaran yuridis
       ( hukum) ditandai dengan adanya dasar hukum yang jelas  ( legalitas) atas keberadaan entitas negara. Sebagai contoh ialah negara Republik Indonesia dengan proklamasi 17 Agustus 1945 menunjukkan  keberadaannya sebagai nation-state baru yang masuk ke dalam pergaulan masyarakat hukum  Internasional. Dari sudut teori kontrak, proklamasi ini adalah uniteral contract yang mendapat pengakuan dari dunia internasional sebagai subjek hukum internasional baru yang memiliki hak-hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat hukum internasional. Keberadaan konstitusinya, UUD 1945, menegaskan dasar yuridis eksistensi ketatanegaraannya sebagai komunitas politik yang mandiri (independen); tidak berada dibawah kedaulatan negara lain dan mampu mempertahankan kemerdekaan secara politik maupun sosiologis. Keberadaan unsur-unsur negara dan adanya pengakuan internasional menjadi dasar legitimasi konstatasi de jure bagi Republik Indonesia    
4.       Legitimasi Etis/ Filosofis
Pendasaran keabsahan negara secara etis dapat dilihat dari pendapat Wolf dan Hegel.  Pembentukan negara adalah keharusan moral yasng tertinggi (Wolf)  untuk mewujudkan cita-cita tertinggi dari manusia dalam suatu entitas politik  yang bernama negara (Hegel). Maka berdasarkan pendapat tesebut tindakan berkuasa negara dapat  dibenarkan karena negara memang merupakan cita-cita manusia yang membentuknya. Dalam konteks negara RI,secara etis keberadaan negara juga dimaksudkan untuk merealisir tujuan-tujuan etis secara kolektif.
Legitimasi etis (filosofis) adalah penyempurna akhir dari kemauan dan kemampuan berkuasa. Sebanyak apapun  penguasa memiliki legitimasi sebagai background kekuasaanya, legitimasi akhir dan terus terus kontinu adalah legitimasi etis-nya. Tanpa legitimasi etis kontinu yang berpihak pada kepentingan kemanusiaan, maka suatu kekuasaan pemerintahan hanya tinggal menunggu waktu untuk dijatuhkan. Dijatuhkan dengan cara ’pembrontakan sosial’ atau demonstrasi people power, revolusi atau reformasi (evolusi), maupun penggantian lewart mekanisme konstitusional;yang jelas pasti ada gerakan reformasi untuk mendudukkan kekuasaan pada proporsi pertanggungjawaban politik-nya yang konkrit dan etis.
Dari berbagai legitimasi-legitimasi yang telah disebutkan diatas maka seharusnya disadari bahwa suatu pemerintahan harus berdiri tegak di atas legitimasi yang kokoh (penuh), yakni legitimasi teologis, sosiologis, yuridis  dan yang lebih dalam lagi yakni: legitim (absah) secara etis-filosofis.
Namun hal yang perlu ditegaskan disini ialah, legitimasi politik tidak selalu sama dengan legitimasi moral (etis-filosofis). Legitimasi politik dapat dipahami sebagai legitimasi sosiologis yang telah mengalami proses transformasi politis, sedangkan legitimasi moral (etis) lebih mempersoalkan keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi norma-norma moral , bukan dari segi kekuatan politik riil yang ada dalam masyarakat, bukan pula atas dasar ketentuan  legalitas ( legalitas ) tertentu. Dengan demikian ”tidak seluruh legitimasi politik langsung dapat dikatakan ber-legitikasi etis” .
Selain karena legitimasi etis, suatu negara dapat pula mengalami krisis bila sesorang atau lembaga yang memiliki legitimasi tersebut tidak memiliki kecakapan untuk mengelolan negara secara keseluruhan. Maka untuk mengelola suatu negara dibutuhkan suatu management skill yang tinggi serta diikuti oleh  capability dan capacity untuk membantu mengimplementasikan program yang langsung menyentuh rakyat, rakyat sebgai pemegang legitimasi tertinggi. Keamanan dan kesejahteraan rakyat adalah ukuran utama dalam menilai kemampuan legitimasi kapabilitas pemerintahan negara.
Maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa kekuasaan yang legitimated (absah) tidak  selalu berbanding lurus dengan kecakapannya. Bahwa pemerintahan yang legitim  (sah) tidak selalu cakap dalam mengelola neagara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kertas Cinta Kasih Kreativitas Sekolah Minggu